Capaian Pembelajaran Bahasa Jawa pada Pendidikan Dasar dan Menengah


Kurikulum muatan lokal Bahasa Jawa pada Kurikulum Merdeka dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir, baik secara makro (jagad gedhe) dan secara mikro (jagad cilik). Penyempurnaan pola pikir secara makro mengacu pada perubahan pola pikir yang mengarah pada hal-hal berikut: (1) pembelajaran berpusat pada peserta didik; (2) pembelajaran interaktif; (3) pola pembelajaran jejaring; (4) pola pembelajaran aktif dengan pendekatan sains; (5) pola belajar berbasis tim; (6) pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia; (7) pola pembelajaran berbasis kebutuhan peserta didik; (8) pola pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan (9) pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis. Pola pemikiran secara mikro (jagad cilik) mengacu pada (1) pola pembelajaran bahasa Jawa mengarah pada pembentuk kepribadian dan penguat jati diri masyarakat Jawa yang tercermin pada pocapan, patrap, dan polatan; (2) pembelajaran bahasa Jawa sebagai upaya pengolahan kearifan budaya lokal untuk didayagunakan dalam pembangunan budaya nasional, watak, dan karakter bangsa; (3) pembelajaran bahasa Jawa sebagai penjaga dan pemelihara kelestarian bahasa, sastra, dan aksara Jawa; (4) pembelajaran bahasa Jawa sebagai upaya penyelarasan pemakaian bahasa, sastra, dan aksara Jawa agar sejalan dengan perkembangan bahasa Jawa (nut ing jaman kalakone); (5) pembelajaran bahasa Jawa sebagai proses pembiasaan penggunaan bahasa Jawa yang laras dan leres dalam berkomunikasi dan berinteraksi sehari-hari di dalam keluarga dan masyarakat sesuai dengan kaidah, etika, dan norma yang berlaku; (6) pembelajaran bahasa Jawa memiliki ciri sebagai pembawa dan pengembang budaya Jawa.

Penguatan materi muatan lokal Bahasa Jawa pada Kurikulum Merdeka dilakukan dengan memperhatikan; (1) penggunaan bahasa Jawa ragam ngoko dan krama dengan mempertimbangkan keberadaan dialek daerah masingmasing. Melalui pembelajaran Bahasa yang memperhatikan undha usuk basa diharapkan mampu membiasakan peserta didik untuk menerapkan prinsip unggah ungguh basa sebagai tindakan yang merupakan manifestasi kesantunan berbahasa dalam penggunaan bahasa sehari-hari yang diajarkan melalui keteladanan dan pembiasaan pada setiap kesempatan baik itu dalam proses pembelajaran di dalam kelas, maupun di luar kelas, (2) pemanfaatan sastra Jawa modern sebagai hasil karya sastra Jawa baik yang berupa sastra tulis maupun sastra lisan (geguritan, crita cekak, crita sambung, teks sandiwara, novel, drama, film dan sebagainya) yang berkembang untuk pembentukan karakter yang njawani, (3) pemanfaatan sastra klasik baik lisan maupun tulis (sastra piwulang, babad, legenda, tembang, nyanyian rakyat, tembang dolanan, cerita, mitos, dongeng, sastra wayang dan sebagainya) untuk penguatan jati diri, (4) pemanfaatan teks nonsastra sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang mendukung pada tuntutan dan kebutuhan (beragam jenis teks, pawarta, pariwara, sesorah, artikel dan sebagainya) dan (5) aksara Jawa sebagai pemertahanan jati diri (nglegenapasangan, sandhangan, angka, swara, murda, rekan dan lainnya).

Silahkan klik link di bawah ini:

Capaian Pembelajaran Bahasa Jawa


Distribusi Akun Email @madrasah.kemenag.go.id


Sehubungan dengan fokus program Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dalam hal 
Implementasi Kurikulum Merdeka, maka para guru agar melakukan pembelajaran secara mandiri tentang Kurikulum tersebut, salah satunya dengan mengakses Platform Merdeka Mengajar (PMM) yang ada pada link https://guru.kemdikbud.go.id/. Untuk dapat mengakses laman tersebut, ditentukan bahwa guru harus menggunakan email dengan @madrasah.kemenag.go.id. 

Kementerian Agama bekerjasama dengan Google dan sudah dapat menerbitkan 350.000 akun email yang tersebar pada 8.605 madrasah sebagaimana tersebut dalam link https://bit.ly/data_madrasah01.

Untuk itu, para kepala madrasah yang tercantum dalam lampiran tersebut selaku pemilik admin pada SIMPATIKA agar mendistribusikannya kepada para guru di wilayah kerjanya masing-masing. Contact person 089630888324 (Sopiansyah).

Selengkapnya untuk download surat Distribusi Akun Email @madrasah.kemenag.go.id di sini

INFORMASI PEMBAHARUAN APLIKASI VERVALPD 2023

INFORMASI PEMBAHARUAN APLIKASI VERVALPD 2023

Dalam rangka penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS) diperlukan informasi tempat tinggal peserta didik hingga lingkup Desa/Kelurahan. Segera tuntaskan keterisian data Residu Desa/Kelurahan tempat tinggal peserta didik melalui menu Edit Identitas.

Untuk kebutuhan penerbitan NISN baru bagi peserta didik tingkat lanjut (mulai dari tingkat 7 SMP/MTS/sederajat), dapat diajukan melalui menu Penerbitan NISN (Tingkat Lanjut) dengan persyaratan: NIK dan identitas peserta didik valid Dukcapil Pusat (dapat di cek di profil siswa > quality control), dan; Mengunggah pindaian ijazah asli dari jenjang pendidikan sebelumnya.

Menu Rekam Didik (Jenjang Sebelumnya) disiapkan untuk pengajuan perbaikan rekam didik peserta didik dari jenjang-jenjang pendidikan sebelumnya, khusus bagi data peserta didik dengan NISN valid (unik dan tunggal).



Kesultanan Mataram (1586 - 1755) Materi SKI Kelas IX

 

     

     Kesultanan Mataram (1586 - 1755)

a.    Awal perkembangan Kerajaan Mataram Islam

Berdiri 1582. Pusat Kerajaan di Kotagede (sebelah Tenggara Kota Yogyakarta). Awalnya daerah mataram dikuasai kesultanan pajang sebagai balas jasa atas perjuangan mengalahkan Arya Penangsang kepada Ki Ageng Pemanahan. Yang menentang Kehadiran Ki Ageng Pemanahan yaitu Ki Ageng Giring, ki Ageng tembayat dan Ki Ageng Mangir sedangkan yang menerima yaitu ki Ageng Karanglo.

Tahun 1575, Pemahanan meninggal dunia. Digantikan Danang Sutawijaya atau Pangeran Ngabehi Loring Pasar. ia pun bercita-cita membebaskan diri dari kekuasaan pajang. Pajang kalah setelah Hadiwijaya meninggal dunia (1587).

Sutawijaya menjadi raja Mataram dengan gelar penembahan Senopati Ing Alaga.

b.    Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan menganut sistem Dewa-Raja. Artinya pusat kekuasaan tertinggi dan mutlak ada pada diri sultan. Pejabat penting lainnya kaum priayi yang merupakan penghubung antara raja dan rakyat. panglima perang bergelar Kusumadayu, serta perwira rendahan atau Yudanegara. Sasranegara, pejabat administrasi.

c.    Perluasan wilayah Mataram

Sultan agung mempersatukan kediri, pasuruan, lumajang, dan malang (1614), wirasaba (1615), Lasem (1616), pasuruan, dan Tuban (1619), Sukadana (1622), Madura (1624), surabaya (1625), Blambangan (1639)

Menyerang Batavia (1628) dipimpin Tumenggung Baureksa dan Tumenggung Sura Agul-agul, namun gagal. Menyerbu Batavia (1629) dipimpin Ki ageng Juminah, Ki Ageng Purbaya, ki Ageng Puger, namun masih gagal.

d.    Kemajuan yang dicapai Mataram pada Masa Sultan Agung 

1)   Bidang Politik

Kemajuan politik yang dicapai adalah menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan menyerang Belanda di Batavia.

a)    Penyatuan kerajaan Islam

dengan menguasai Gresik, Jaratan, Pamekasan, Sumenep, Sampang, Pasuruhan, dan Surabaya. ada yang dilakukan dengan ikatan perkawinan. mengambil menantu Bupati Surabaya Pangeran Pekik dijodohkan dengan putrinya yaitu Ratu Wandansari

b)   Anti penjajah Belanda

Dibuktikan dua kali menyerang Belanda ke Batavia, namun gagal. Adapun penyebab kegagalannya penyerangan ke Batavia: Jarak yang terlalu jauh berakibat mengurangi ketahanan prajurit mataram, Kekurangan dukungan logistik menyebabkan pertahanan prajurit Mataram di Batavia menjadi lemah, Kalah dalam sistem persenjataan dengan senjata yang dimiliki kompeni Belanda yang serba modern, Banyak prajurit terjangkit penyakit dan meninggal, Portugis bersedia membantu Mataram Ternyata Portugis mengingkari, Kesalahan politik Sultan Agung yang tidak mengadakan kerja sama dengan Banten dalam menyerang Belanda, Sistem koordinasi kurang kompak antara angkatan laut dengan angkatan darat, dan Akibat penghianatan salah seorang pribumi, sehingga rencana penyerangan ini diketahui Belanda sebelumnya.

2)   Bidang Ekonomi

Mampu mengekspor beras, mengadakan transmigrasi dari daerah yang kering ke daerah yang subur dengan irigasi yang baik. Ekonomi Mataram tidak semata-mata tergantung ekonomi agraris, tetapi juga karena pelayaran dan perdagangan.

3)   Bidang sosial Budaya

a)    Timbulnya kebudayaan kejawen

Akulturasi antara kebudayaan asli Jawa dengan Islam. Misalnya upacara Grebeg semula pemujaan roh nenek moyang diganti dengan doa-doa agama Islam.

b)   Perhitungan Tarikh Jawa

1633 Sultan Agung berhasil menyusun tarikh Jawa berdasarkan tarikh Hijriyah (Komariyah) kemudian dikenal sebagai “tahun Jawa”.

c)    Berkembangnya Kesusastraan Jawa

Sultan Agung mengarang kitab: Sastra Gending (filsafat kehidupan dan kenegaraan), Nitisruti, Nitisastra, dan Astrabata (berisi tentang ajaran-ajaran budi pekerti yang baik).

 

e.    Silsilah Raja dan Sistem Pemerintahan

1)   Ki Ageng Pamanahan (Ki Gede Pamanahan)

Pendiri desa Glagah Wangi mataram 1556. Bergelar Panembahan Senapati. Putra Ki Ageng Henis, putra Ki Ageng Sela. Menikah dengan Nyai Sabinah, putri Nyai Ageng Saba.

Ki Pamanahan dan adik angkatnya, yang bernama Ki Penjawi, mengabdi pada Hadiwijaya bupati Pajang (murid Ki Ageng Sela) Keduanya dianggap kakak oleh raja dan dijadikan sebagai lurah wiratamtama di Pajang.

Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja. Ki Pamanahan bekerja sama dengan Ratu Kalinyamat membujuk Hadiwijaya supaya bersedia menghadapi Arya Penangsang. Sebagai hadiah, Ratu Kalinyamat memberikan cincin pusakanya kepada Ki Pamanahan.

2)   Sutawijaya (Danang sutawijaya)

Raja pertama Mataram (1587-1601), bergelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa. Peletak dasar-dasar Kesultanan Mataram. Putra sulung pasangan Ki Ageng Pamanahan (keturunan Brawijaya) dan Nyai Sabinah (keturunan Sunan Giri). Diambil anak angkat Hadiwijaya bupati Pajang. diberi tempat tinggal di sebelah utara pasar sehingga terkenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar.

Sayembara menumpas Arya Penangsang 1549 pengalaman perang pertama Sutawijaya. meninggal dunia 1601 di desa Kajenar dan dimakamkan di Kotagede.

3)   Raden Mas Jolang (Panembahan Hanyakrawati/Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati-ing-Ngalaga Mataram)

Raja kedua Mataram 1601-1613. Putra Panembahan Senapati raja pertama Mataram. Ibunya Ratu Mas Waskitajawi, putri Ki Ageng Panjawi, penguasa Pati.

Menikah dengan Ratu Tulungayu putri dari Ponorogo (tidak dikaruniai putra), menikah lagi dengan Dyah Banowati (Ratu Mas Hadi) putri Pangeran Benawa raja Pajang dan melahirkan Raden Mas Rangsang dan Ratu Pandansari. Empat tahun setelah naik takhta, Ratu Tulungayu melahirkan putra bernama Raden Mas Wuryah alias Adipati Martapura.

1610 menaklukkan Surabaya, namun hanya memperlemah perekonomian Surabaya namun tidak mampu menjatuhkan kota tersebut.

Meninggal 1613 karena kecelakaan saat berburu kijang di Hutan Krapyak. Sehingga dikenal dengan nama Panembahan Seda Krapyak.

4)   Raden Mas Rangsang/Jatmiko (Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma) (1613-1645)

Lahir Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593. wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645. 

Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu. Sultan Agung ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975. Putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati (putri Pangeran Benawa raja Pajang). Tahun 1620 Mataram mulai mengepung kota Surabaya secara periodik. Menyerang Batavia 1628 dan 1629. Kemunduran kerajaan mataram Islam akibat kalah dalam perang merebut Batavia dengan VOC.

5)   Amangkurat I (Sri Susuhunan Amangkurat Agung) (1646-1677)

Memiliki gelar anumerta Sunan Tegalwangi atau Sunan Tegalarum. Nama aslinya adalah Raden Mas Sayidin putra Sultan Agung. Ibunya bergelar Ratu Wetan, yaitu putri Tumenggung Upasanta bupati Batang (keturunan Ki Juru Martani).

Ketika menjabat Adipati Anom ia bergelar Pangeran Arya Prabu Adi Mataram. memiliki dua orang permaisuri. Putri Pangeran Pekik dari Surabaya menjadi Ratu Kulon yang melahirkan Raden Mas Rahmat, kelak menjadi Amangkurat II. Sedangkan putri keluarga Kajoran menjadi Ratu Wetan yang melahirkan Raden Mas Drajat, kelak menjadi Pakubuwana I. Mendapatkan warisan Sultan Agung berupa wilayah Mataram yang sangat luas. menerapkan sentralisasi atau sistem pemerintahan terpusat.

Tahun 1647 ibu kota Mataram dipindah ke Plered. Perpindahan istana tersebut diwarnai pemberontakan Raden Mas Alit atau Pangeran Danupoyo, adik Amangkurat I yang menentang penumpasan tokoh-tokoh senior. Pemberontakan ini mendapat dukungan para ulama namun berakhir dengan kematian Mas Alit. Amangkurat I ganti menghadapi para ulama. Mereka semua, termasuk anggota keluarganya, sebanyak 5.000 orang lebih dikumpulkan di alun-alun untuk dibantai.

Amangkurat I menjalin hubungan dengan VOC yang pernah diperangi ayahnya. 1646 ia mengadakan perjanjian, antara lain pihak VOC diizinkan membuka pos-pos dagang di wilayah Mataram, sedangkan pihak Mataram diizinkan berdagang ke pulau-pulau lain yang dikuasai VOC. Kedua pihak juga saling melakukan pembebasan tawanan. Perjanjian tersebut oleh Amangkurat I dianggap sebagai bukti takluk VOC terhadap kekuasaan Mataram. Namun ia kemudian tergoncang saat VOC merebut Palembang 1659.

Tahun 1658 Amangkurat I menolak duta-duta Makasar dan menyuruh Sultan Hasanuddin Makasar datang sendiri ke Jawa. Tentu saja permintaan itu ditolak.

Muncul pemberontakan Trunojoyo (1674–1680). Trunojoyo dari Madura yang tidak senang terhadap tindakan Amangkurat I.

Tanggal 28 Juni 1677 Trunajaya berhasil merebut istana Plered. Amangkurat I dan Mas Rahmat melarikan diri meminta bantuan Batavia. Babad Tanah Jawi menyatakan, dengan jatuhnya istana Plered menandai berakhirnya Kesultanan Mataram. Pelarian Amangkurat I membuatnya jatuh sakit dan meninggal 13 Juli 1677 di desa Wanayasa, Banyumas dan berwasiat agar dimakamkan dekat gurunya di Tegal.

Untuk menghadapi Trunojoyo, Amangkurat II meminta bantuan VOC di Semarang. Pimpinan VOC, Speelman menyetujui permintan Amangkurat II dengan suatu perjanjian (1670) yang isinya sebagai berikut:

a)    VOC mengakui Amangkurat II sebagai Raja Mataram.

b)   VOC mendapatkan monopoli di Mataram.

c)    Seluruh biaya perang harus diganti oleh Amangkurat II.

d)   Sebelum hutangnya lunas seluruh pantai utara Jawa digadaikan kepada VOC.

e)    Mataram harus menyerahkan daerah Krawang, Priangan, Semarang dan sekitarnya kepada VOC.

Saat itu Tronojoyo berhasil mendirikan istana di Kediri dengan gelar Prabu Maduretno. Tentara VOC di bantu oleh tentara Aru Palaka dari Makasar dan Kapten Jonker dari Ambon bersama tentara Mataram akhirnya menyerang Kediri. Trunojoyo menyerah 25 Desember 1679 dan dan meninggal dibunuh Amangkurat II pada 2 Januari 1680. Sultan Amangkurat II kemudian memindahkan pusat pemerintahan dari Plered ke Kartasura.

6)   Amangkurat II (Nama asli Raden Mas Rahmat)

Putra Amangkurat I dari Ratu Kulon putri Pangeran Pekik dari Surabaya. September 1680 Amangkurat II membangun istana baru di hutan Wanakerta karena istana Plered diduduki adiknya, Pangeran Puger. Istana baru tersebut bernama Kartasura.

Amangkurat II akhirnya meninggal dunia 1703. Sepeninggalnya, terjadi perebutan tahta Kartasura antara putranya, Amangkurat III melawan adiknya, yaitu Pangeran Puger. September 1677 diadakanlah perjanjian di Jepara dengan VOC (Cornelis Speelman). Daerah pesisir utara Jawa mulai Kerawang sampai ujung timur digadaikan pada VOC sebagai jaminan pembayaran biaya perang Trunajaya.

7)   Amangkurat III (Raden Mas Sutikna) 1703-1705

Dijuluki Pangeran Kencet, karena menderita cacat di bagian tumit. Ketika menjabat sebagai Adipati Anom, menikah dengan sepupunya, bernama Raden Ayu Lembah putri Pangeran Puger. Namun istrinya itu kemudian dicerai karena berselingkuh dengan Raden Sukra putra Patih Sindureja.

Raden Sukra kemudian dibunuh utusan Mas Sutikna, sedangkan Pangeran Puger dipaksa menghukum mati Ayu Lembah, putrinya sendiri. Mas Sutikna kemudian menikahi Ayu Himpun adik Ayu Lembah. Rombongan Amangkurat III melarikan diri ke Ponorogo sambil membawa semua pusaka keraton. Di kota itu ia menyiksa Adipati Martowongso hanya karena salah paham. Melihat bupatinya disakiti, rakyat Ponorogo memberontak. Amangkurat III pun lari ke Madiun. Dari sana ia kemudian pindah ke Kediri.

Sepanjang 1707 Amangkurat III mengalami penderitaan karena diburu pasukan Pakubuwana I. Dari Malang ia pindah ke Blitar, kemudian ke Kediri, akhirnya memutuskan menyerah di Surabaya 1708.

Pangeran Blitar, putra Pakubuwana I, datang ke Surabaya meminta Amangkurat III supaya menyerahkan pusaka-pusaka keraton, namun ditolak. Amangkurat III hanya sudi menyerahkannya langsung kepada Pakubuwana I.

VOC kemudian memindahkan Amangkurat III ke tahanan Batavia. Dari sana ia diangkut untuk diasingkan ke Sri Lanka dan meninggal disana 1734.

Konon, harta pusaka warisan Kesultanan Mataram ikut terbawa ke Sri Lanka. Namun demikian, Pakubuwana I berusaha tabah dengan mengumumkan bahwa pusaka Pulau Jawa yang sejati: Masjid Agung Demak dan makam Sunan Kalijaga di Kadilangu, Demak.

Perang Suksesi Jawa I (1704–1708), antara Amangkurat III melawan Pakubuwana I. Perang Suksesi Jawa II (1719–1723), antara Amangkurat IV melawan Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya. Perang Suksesi Jawa III (1747–1757), antara Pakubuwana II yang dilanjutkan oleh Pakubuwana III melawan Hamengkubuwana I dan Mangkunegara I.

f.     Kemunduran Kerajaan Mataram

Perseteruan antara Paku Buwono II yang dibantu Kompeni dan Pangeran Mangkubumi dapat diakhiri dengan Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755.

Isi Perjanjian Giyanti:

1)   Mataram barat, yakni Kasultanan Yogakarta diberikan kepada Mangkubumi dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I.

2)   Mataram timur, yakni Kasunanan Surakarta diberikan kepada Paku Buwono III

Selanjutnya, untuk memadamkan perlawanan Raden Mas Said diadakan Perjanjian Salatiga 17 Maret 1757.

Isi Perjanjian Salatiga:

1)   Surakarta utara diberikan kepada Mas Said dengan gelar Mangkunegoro I, kerajaannya dinamakan Mangkunegaran.

2)   Surakarta selatan diberikan kepada Paku Buwono III kerajaannya dinamakan Kasunanan Surakarta.

Tahun 1813 sebagian daerah Kasultanan Yogyakarta diberikan kepada Paku Alam selaku bupati. Dengan demikian, Kerajaan Mataram yang dahulunya satu, kuat, dan kokoh pada masa pemerintahan Sultan Agung akhirnya terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajan kecil:

1)   Kerajaan Yogyakarta;

2)   Kasunanan Surakarta;

3)   Pakualaman


Kesultanan Samudera Pasai (Materi SKI Kelas IX)

 


Kesultanan Samudera Pasai

Kesultanan Samudera Pasai, juga dikenal dengan Samudera, Pasai, atau Samudera Darussalam, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir timur Laut Aceh. Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara sekarang. Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Penguasa kerajaan Samudera Pasai terdiri atas dua dinasti, yaitu Dinasti Meurah Khair dan Meurah Silu sebagaimana dalam penjelasan berikut.

a.    Dinasti Meurah Khair

Pendiri dan raja pertama kerajaan Samudera Pasai adalah  Murah Khair yang bergelar Maharaja Mahmud Syah (1042-1078). Pengganti beliau adalah Maharaja Mansyur Syah (1078-1133 M). Kemudian dilanjutkan oleh Maharaja Giyasuddin Syah (1133-1155 M). Raja berikutnya adalah Meurah Noer bergelar Maharaja Nuruddin atau Tengku Samudera atau Sultan Nazimuddin al Kamil dari Mesir, beliau tidak dikaruniai keturunan sehingga ketika ia wafat, kerajaan samudra pasai mengalami kekacauan karena perebutan kekuasaan. Setelah terjadi perebutan kekuasaan sepeninggal Maharaja Nurudin, munculah Meurah Silu keturunan Raja Perlak mendirikan Dinasti kedua

b.    Dinasti Meurah Silu

Dinasti ini didirikan oleh Meurah Silu yang bergelar Malik al-Saleh. Ia merupakan keturunan Raja Perlak yang mendirikan kedua dinasti di Kerajaan Samudera Pasai.

1)    Nama-nama raja yang memerintah pada Kerajaan Samudera Pasai, antara lain:

a)    Malik as Saleh (1285-1297 M)

             Datang utusan kerajaan Mamluk Mesir Syeikh Ismail pada saat penobatan. Meurah Silu menikah dengan puteri raja Perlak yang bernama Ganggang Sari. Dalam menjalankan pemerintahannya dibantu Seri Kaya (Sidi Ali Khiatuddin) dan Bawa Kaya (Sidi Ali Hasanuddin).

b)   Muhammad Malik Zahir (1297-1326M)

c)    Mahmud Zahir (1326-1345M)

d)   Mansur Malik Zahir (1345-1346M)

e)   Achmad Malik Zahir (1346-1383M)

f)     Zainal Abidin (1383-1403M)

Ia dinobatkan usianya masih kecil dan pemerintahan dipegang oleh Pembesar Kerajaan.

Diserang Kerajaan Siam sehingga Zainal Abidin ditawan dan baru bebas setelah ditebus dengan  dua ekor itik dari emas dan sebuah pisau emas.

Tahun 1377 M diserang Majapahit yang dipimpin Hayam Wuruk. Majapahit khawatir atas kemajuan Samudera Pasai, terutama kemajuan di bidang perdagangan dan penyebaran agama Islam. Sehingga dapat ditaklukan.

Kerajaan Samudera Pasai menjalin hubungan politik dengan Malaka melalui perkawinan antara raja Parameswara dengan puteri Zainal Abidin

g)    Sultan Haidar Bahiam Syah (1406-1417 M)

h)   Sultan Nagor (1417-1419 M)

i)      Sultan Akhmad Permala (1419-1420 M)

j)     Sultan Iskandar (1420-1434 M)

Terjalin hubungan dengan Tiongkok. Dari Tiongkok datang seorang utusan yang bernama Cheng Ho.

Dengan adanya hubungan  itu pemerintah Tiongkok memberi jaminan perlindungan dan bantuan kepada Samudera Pasai apabila ada serangan dari manapun datangnya. Untuk memperkuat hubungan diplomatik tersebut Sultan Iskandar Melakukan kunjungan balasan ke Tiongkok dan ia meninggal di sana.

Kehidupan ekonomi berasal dari sektor perdagangan.

Bukti kemajuan (menurut Tome Pires asal Portugis): memiliki mata uang dirham, penerapan sistem pajak/cukai barang yang masuk, diberlakukannya hukum Islam.

Bukti peninggalan arkeologi: Batu nisan Sultan Malik Ashaleh, dan jirat puteri Pasai.


Kesultanan Aceh Darussalam (Materi SKI Kelas IX)

 


Kesultanan Aceh Darussalam

Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh).

Berikut  nama-nama raja-raja Kesultanan Aceh, antara lain:

a.         Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1530 M)

Sultan pertama, dinobatkan Ahad, 1 Jumadil awal 913 H /8 September 1507. Diawal masa pemerintahannya wilayahnya berkembang hingga mencakup, Daya, Deli, Pedir, Pasai dan Aru.

b.        Sultan Shalahuddin (1530-1537 M)

Kerajaan mengalami kemunduran, karena kurang memperhatikan keadaan pemerintahan kerajaan.

c.         Sultan Alauddin Riayat Syah (1537-1568 M)

Mengadakan perbaikan kondisi kerajaan dan melakukan perluasan wilayah. Aktif melakukan dakwah Islam termasuk ke pulau Jawa (mengirim mubaligh ke pulau Jawa, diantaranya Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang dikirim ke Gresik Jawa Timur).

d.        Sultan Ali Riayat Syah (1567-1575 M)

e.        Sultan Muda (1575-1576 M)

f.          Sultan Alauddin Mukmin Syah (1576) = 100 hari

g.         Sultan Zainal Abidin (1576-1577 M)

h.        Sultan Alauddin Mansur Syah (1577-1585 M)

i.          Sultan Ali Riyat Syah Indrapura (raja Buyung) (91585-1588 M)

j.          Sultan Riyat Syah (Zainal Abidin) (1588-1604 M)

k.         Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607 M)

l.          Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M)

Kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaannya dan mengalami perkembangan yang pesat.

Berhasil menyaingi monopoli perdagangan Portugis di Malaka.

Wilayah kekuasaan sampai ke pulau-pulau Sunda (Sumatera, Jawa dan Borneo) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu.

Struktur pemerintahan terbagi menjadi dua wilayah yaitu kekuasaan oleh kaum bangsawan dan kekuasaan oleh alim ulama.

Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin ar-Raniry dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil.

m.      Sultan Iskandar Tsani (Alauddin Mughayat Syah) (1636-1641 M)

Menantu Sultan Iskandar Muda. Ia naik tahta tahun 1636. wafat 1641. 

Aceh mengalami kemunduran. Satu persatu wilayah taklukan melepaskan diri, karena kebijakannya yang lebih lunak dari Sultan Iskandar Muda.

n.        Ratu Tajul Alam Syafiatuddin Syah (1641-1676 M)

Puteri Sultan Iskandar Muda yang bergelar Sultanah Tajul Alam syafiatuddin Sah.

Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Deli dan Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan diantara pewaris tahta kesultanan.

Traktat London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.

Pada akhir Nopember 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh ke pangkuan kolonial Hindia-Belanda. Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh menyatakan bersedia bergabung ke dalam Republik Indonesia atas ajakan dan bujukan dari Soekarno kepada pemimpin Aceh Tengku Muhammad Daud Beureueh saat itu.

Gelar-Gelar yang Digunakan dalam Kerajaan Aceh antara lain Teungku, Tuanku, Pocut, Teuku, Laksaman, Uleebalang, Cut, Panglima Sagoe, dan Meurah.