Kesultanan Aceh Darussalam
Kesultanan Aceh terletak di utara pulau
Sumatera
dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh).
Berikut
nama-nama
raja-raja Kesultanan Aceh, antara lain:
a.
Sultan Ali Mughayat
Syah (1514-1530 M)
Sultan pertama, dinobatkan Ahad, 1 Jumadil awal 913
H /8 September 1507. Diawal masa
pemerintahannya wilayahnya berkembang hingga mencakup, Daya, Deli, Pedir,
Pasai dan Aru.
b.
Sultan Shalahuddin
(1530-1537 M)
Kerajaan mengalami kemunduran, karena
kurang memperhatikan keadaan pemerintahan kerajaan.
c.
Sultan Alauddin
Riayat Syah (1537-1568 M)
Mengadakan perbaikan kondisi kerajaan
dan melakukan perluasan wilayah. Aktif melakukan dakwah Islam termasuk ke pulau
Jawa (mengirim mubaligh ke pulau Jawa, diantaranya Syarif Hidayatullah atau
Sunan Gunung Jati yang dikirim ke Gresik Jawa Timur).
d.
Sultan Ali Riayat
Syah (1567-1575 M)
e.
Sultan Muda
(1575-1576 M)
f.
Sultan Alauddin
Mukmin Syah (1576) = 100 hari
g.
Sultan Zainal Abidin (1576-1577
M)
h.
Sultan Alauddin
Mansur Syah (1577-1585 M)
i.
Sultan Ali Riyat Syah
Indrapura (raja Buyung) (91585-1588 M)
j.
Sultan Riyat Syah
(Zainal Abidin) (1588-1604 M)
k.
Sultan Ali Riayat
Syah (1604-1607 M)
l.
Sultan Iskandar Muda
(1607-1636 M)
Kerajaan Aceh mencapai puncak
kejayaannya dan mengalami perkembangan yang pesat.
Berhasil menyaingi monopoli perdagangan
Portugis di Malaka.
Wilayah kekuasaan sampai ke pulau-pulau Sunda (Sumatera, Jawa dan
Borneo) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu.
Struktur pemerintahan terbagi menjadi
dua wilayah yaitu kekuasaan oleh kaum bangsawan dan kekuasaan oleh alim ulama.
Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan
dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan
mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah
Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani
dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin ar-Raniry dalam bukunya Sirat al-Mustaqim,
dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj
al-Tulabb Fi Fashil.
m.
Sultan Iskandar Tsani
(Alauddin Mughayat Syah) (1636-1641 M)
Menantu Sultan Iskandar Muda. Ia naik
tahta tahun 1636. wafat 1641.
Aceh mengalami kemunduran. Satu persatu
wilayah taklukan melepaskan diri, karena kebijakannya yang lebih lunak dari
Sultan Iskandar Muda.
n.
Ratu Tajul Alam
Syafiatuddin Syah (1641-1676 M)
Puteri Sultan Iskandar Muda yang
bergelar Sultanah Tajul Alam syafiatuddin Sah.
Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani
pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka,
ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Deli dan Bengkulu kedalam
pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan
kekuasaan diantara pewaris tahta kesultanan.
Traktat
London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada
Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara
Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga
berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.
Pada akhir
Nopember 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana
disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk
perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera.
Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak
itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri
Belanda maupun Batavia. Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun,
Kesultanan Aceh akhirnya jatuh ke pangkuan kolonial Hindia-Belanda. Sejak
kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh menyatakan bersedia bergabung ke
dalam Republik Indonesia atas ajakan dan bujukan dari Soekarno
kepada pemimpin Aceh Tengku Muhammad Daud Beureueh saat itu.
Gelar-Gelar yang Digunakan dalam Kerajaan Aceh antara
lain Teungku, Tuanku, Pocut, Teuku, Laksaman, Uleebalang, Cut, Panglima Sagoe,
dan Meurah.
0 Post a Comment:
Posting Komentar