Kesultanan Mataram (1586 - 1755) Materi SKI Kelas IX

 

     

     Kesultanan Mataram (1586 - 1755)

a.    Awal perkembangan Kerajaan Mataram Islam

Berdiri 1582. Pusat Kerajaan di Kotagede (sebelah Tenggara Kota Yogyakarta). Awalnya daerah mataram dikuasai kesultanan pajang sebagai balas jasa atas perjuangan mengalahkan Arya Penangsang kepada Ki Ageng Pemanahan. Yang menentang Kehadiran Ki Ageng Pemanahan yaitu Ki Ageng Giring, ki Ageng tembayat dan Ki Ageng Mangir sedangkan yang menerima yaitu ki Ageng Karanglo.

Tahun 1575, Pemahanan meninggal dunia. Digantikan Danang Sutawijaya atau Pangeran Ngabehi Loring Pasar. ia pun bercita-cita membebaskan diri dari kekuasaan pajang. Pajang kalah setelah Hadiwijaya meninggal dunia (1587).

Sutawijaya menjadi raja Mataram dengan gelar penembahan Senopati Ing Alaga.

b.    Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan menganut sistem Dewa-Raja. Artinya pusat kekuasaan tertinggi dan mutlak ada pada diri sultan. Pejabat penting lainnya kaum priayi yang merupakan penghubung antara raja dan rakyat. panglima perang bergelar Kusumadayu, serta perwira rendahan atau Yudanegara. Sasranegara, pejabat administrasi.

c.    Perluasan wilayah Mataram

Sultan agung mempersatukan kediri, pasuruan, lumajang, dan malang (1614), wirasaba (1615), Lasem (1616), pasuruan, dan Tuban (1619), Sukadana (1622), Madura (1624), surabaya (1625), Blambangan (1639)

Menyerang Batavia (1628) dipimpin Tumenggung Baureksa dan Tumenggung Sura Agul-agul, namun gagal. Menyerbu Batavia (1629) dipimpin Ki ageng Juminah, Ki Ageng Purbaya, ki Ageng Puger, namun masih gagal.

d.    Kemajuan yang dicapai Mataram pada Masa Sultan Agung 

1)   Bidang Politik

Kemajuan politik yang dicapai adalah menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan menyerang Belanda di Batavia.

a)    Penyatuan kerajaan Islam

dengan menguasai Gresik, Jaratan, Pamekasan, Sumenep, Sampang, Pasuruhan, dan Surabaya. ada yang dilakukan dengan ikatan perkawinan. mengambil menantu Bupati Surabaya Pangeran Pekik dijodohkan dengan putrinya yaitu Ratu Wandansari

b)   Anti penjajah Belanda

Dibuktikan dua kali menyerang Belanda ke Batavia, namun gagal. Adapun penyebab kegagalannya penyerangan ke Batavia: Jarak yang terlalu jauh berakibat mengurangi ketahanan prajurit mataram, Kekurangan dukungan logistik menyebabkan pertahanan prajurit Mataram di Batavia menjadi lemah, Kalah dalam sistem persenjataan dengan senjata yang dimiliki kompeni Belanda yang serba modern, Banyak prajurit terjangkit penyakit dan meninggal, Portugis bersedia membantu Mataram Ternyata Portugis mengingkari, Kesalahan politik Sultan Agung yang tidak mengadakan kerja sama dengan Banten dalam menyerang Belanda, Sistem koordinasi kurang kompak antara angkatan laut dengan angkatan darat, dan Akibat penghianatan salah seorang pribumi, sehingga rencana penyerangan ini diketahui Belanda sebelumnya.

2)   Bidang Ekonomi

Mampu mengekspor beras, mengadakan transmigrasi dari daerah yang kering ke daerah yang subur dengan irigasi yang baik. Ekonomi Mataram tidak semata-mata tergantung ekonomi agraris, tetapi juga karena pelayaran dan perdagangan.

3)   Bidang sosial Budaya

a)    Timbulnya kebudayaan kejawen

Akulturasi antara kebudayaan asli Jawa dengan Islam. Misalnya upacara Grebeg semula pemujaan roh nenek moyang diganti dengan doa-doa agama Islam.

b)   Perhitungan Tarikh Jawa

1633 Sultan Agung berhasil menyusun tarikh Jawa berdasarkan tarikh Hijriyah (Komariyah) kemudian dikenal sebagai “tahun Jawa”.

c)    Berkembangnya Kesusastraan Jawa

Sultan Agung mengarang kitab: Sastra Gending (filsafat kehidupan dan kenegaraan), Nitisruti, Nitisastra, dan Astrabata (berisi tentang ajaran-ajaran budi pekerti yang baik).

 

e.    Silsilah Raja dan Sistem Pemerintahan

1)   Ki Ageng Pamanahan (Ki Gede Pamanahan)

Pendiri desa Glagah Wangi mataram 1556. Bergelar Panembahan Senapati. Putra Ki Ageng Henis, putra Ki Ageng Sela. Menikah dengan Nyai Sabinah, putri Nyai Ageng Saba.

Ki Pamanahan dan adik angkatnya, yang bernama Ki Penjawi, mengabdi pada Hadiwijaya bupati Pajang (murid Ki Ageng Sela) Keduanya dianggap kakak oleh raja dan dijadikan sebagai lurah wiratamtama di Pajang.

Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja. Ki Pamanahan bekerja sama dengan Ratu Kalinyamat membujuk Hadiwijaya supaya bersedia menghadapi Arya Penangsang. Sebagai hadiah, Ratu Kalinyamat memberikan cincin pusakanya kepada Ki Pamanahan.

2)   Sutawijaya (Danang sutawijaya)

Raja pertama Mataram (1587-1601), bergelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa. Peletak dasar-dasar Kesultanan Mataram. Putra sulung pasangan Ki Ageng Pamanahan (keturunan Brawijaya) dan Nyai Sabinah (keturunan Sunan Giri). Diambil anak angkat Hadiwijaya bupati Pajang. diberi tempat tinggal di sebelah utara pasar sehingga terkenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar.

Sayembara menumpas Arya Penangsang 1549 pengalaman perang pertama Sutawijaya. meninggal dunia 1601 di desa Kajenar dan dimakamkan di Kotagede.

3)   Raden Mas Jolang (Panembahan Hanyakrawati/Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati-ing-Ngalaga Mataram)

Raja kedua Mataram 1601-1613. Putra Panembahan Senapati raja pertama Mataram. Ibunya Ratu Mas Waskitajawi, putri Ki Ageng Panjawi, penguasa Pati.

Menikah dengan Ratu Tulungayu putri dari Ponorogo (tidak dikaruniai putra), menikah lagi dengan Dyah Banowati (Ratu Mas Hadi) putri Pangeran Benawa raja Pajang dan melahirkan Raden Mas Rangsang dan Ratu Pandansari. Empat tahun setelah naik takhta, Ratu Tulungayu melahirkan putra bernama Raden Mas Wuryah alias Adipati Martapura.

1610 menaklukkan Surabaya, namun hanya memperlemah perekonomian Surabaya namun tidak mampu menjatuhkan kota tersebut.

Meninggal 1613 karena kecelakaan saat berburu kijang di Hutan Krapyak. Sehingga dikenal dengan nama Panembahan Seda Krapyak.

4)   Raden Mas Rangsang/Jatmiko (Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma) (1613-1645)

Lahir Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593. wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645. 

Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu. Sultan Agung ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975. Putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati (putri Pangeran Benawa raja Pajang). Tahun 1620 Mataram mulai mengepung kota Surabaya secara periodik. Menyerang Batavia 1628 dan 1629. Kemunduran kerajaan mataram Islam akibat kalah dalam perang merebut Batavia dengan VOC.

5)   Amangkurat I (Sri Susuhunan Amangkurat Agung) (1646-1677)

Memiliki gelar anumerta Sunan Tegalwangi atau Sunan Tegalarum. Nama aslinya adalah Raden Mas Sayidin putra Sultan Agung. Ibunya bergelar Ratu Wetan, yaitu putri Tumenggung Upasanta bupati Batang (keturunan Ki Juru Martani).

Ketika menjabat Adipati Anom ia bergelar Pangeran Arya Prabu Adi Mataram. memiliki dua orang permaisuri. Putri Pangeran Pekik dari Surabaya menjadi Ratu Kulon yang melahirkan Raden Mas Rahmat, kelak menjadi Amangkurat II. Sedangkan putri keluarga Kajoran menjadi Ratu Wetan yang melahirkan Raden Mas Drajat, kelak menjadi Pakubuwana I. Mendapatkan warisan Sultan Agung berupa wilayah Mataram yang sangat luas. menerapkan sentralisasi atau sistem pemerintahan terpusat.

Tahun 1647 ibu kota Mataram dipindah ke Plered. Perpindahan istana tersebut diwarnai pemberontakan Raden Mas Alit atau Pangeran Danupoyo, adik Amangkurat I yang menentang penumpasan tokoh-tokoh senior. Pemberontakan ini mendapat dukungan para ulama namun berakhir dengan kematian Mas Alit. Amangkurat I ganti menghadapi para ulama. Mereka semua, termasuk anggota keluarganya, sebanyak 5.000 orang lebih dikumpulkan di alun-alun untuk dibantai.

Amangkurat I menjalin hubungan dengan VOC yang pernah diperangi ayahnya. 1646 ia mengadakan perjanjian, antara lain pihak VOC diizinkan membuka pos-pos dagang di wilayah Mataram, sedangkan pihak Mataram diizinkan berdagang ke pulau-pulau lain yang dikuasai VOC. Kedua pihak juga saling melakukan pembebasan tawanan. Perjanjian tersebut oleh Amangkurat I dianggap sebagai bukti takluk VOC terhadap kekuasaan Mataram. Namun ia kemudian tergoncang saat VOC merebut Palembang 1659.

Tahun 1658 Amangkurat I menolak duta-duta Makasar dan menyuruh Sultan Hasanuddin Makasar datang sendiri ke Jawa. Tentu saja permintaan itu ditolak.

Muncul pemberontakan Trunojoyo (1674–1680). Trunojoyo dari Madura yang tidak senang terhadap tindakan Amangkurat I.

Tanggal 28 Juni 1677 Trunajaya berhasil merebut istana Plered. Amangkurat I dan Mas Rahmat melarikan diri meminta bantuan Batavia. Babad Tanah Jawi menyatakan, dengan jatuhnya istana Plered menandai berakhirnya Kesultanan Mataram. Pelarian Amangkurat I membuatnya jatuh sakit dan meninggal 13 Juli 1677 di desa Wanayasa, Banyumas dan berwasiat agar dimakamkan dekat gurunya di Tegal.

Untuk menghadapi Trunojoyo, Amangkurat II meminta bantuan VOC di Semarang. Pimpinan VOC, Speelman menyetujui permintan Amangkurat II dengan suatu perjanjian (1670) yang isinya sebagai berikut:

a)    VOC mengakui Amangkurat II sebagai Raja Mataram.

b)   VOC mendapatkan monopoli di Mataram.

c)    Seluruh biaya perang harus diganti oleh Amangkurat II.

d)   Sebelum hutangnya lunas seluruh pantai utara Jawa digadaikan kepada VOC.

e)    Mataram harus menyerahkan daerah Krawang, Priangan, Semarang dan sekitarnya kepada VOC.

Saat itu Tronojoyo berhasil mendirikan istana di Kediri dengan gelar Prabu Maduretno. Tentara VOC di bantu oleh tentara Aru Palaka dari Makasar dan Kapten Jonker dari Ambon bersama tentara Mataram akhirnya menyerang Kediri. Trunojoyo menyerah 25 Desember 1679 dan dan meninggal dibunuh Amangkurat II pada 2 Januari 1680. Sultan Amangkurat II kemudian memindahkan pusat pemerintahan dari Plered ke Kartasura.

6)   Amangkurat II (Nama asli Raden Mas Rahmat)

Putra Amangkurat I dari Ratu Kulon putri Pangeran Pekik dari Surabaya. September 1680 Amangkurat II membangun istana baru di hutan Wanakerta karena istana Plered diduduki adiknya, Pangeran Puger. Istana baru tersebut bernama Kartasura.

Amangkurat II akhirnya meninggal dunia 1703. Sepeninggalnya, terjadi perebutan tahta Kartasura antara putranya, Amangkurat III melawan adiknya, yaitu Pangeran Puger. September 1677 diadakanlah perjanjian di Jepara dengan VOC (Cornelis Speelman). Daerah pesisir utara Jawa mulai Kerawang sampai ujung timur digadaikan pada VOC sebagai jaminan pembayaran biaya perang Trunajaya.

7)   Amangkurat III (Raden Mas Sutikna) 1703-1705

Dijuluki Pangeran Kencet, karena menderita cacat di bagian tumit. Ketika menjabat sebagai Adipati Anom, menikah dengan sepupunya, bernama Raden Ayu Lembah putri Pangeran Puger. Namun istrinya itu kemudian dicerai karena berselingkuh dengan Raden Sukra putra Patih Sindureja.

Raden Sukra kemudian dibunuh utusan Mas Sutikna, sedangkan Pangeran Puger dipaksa menghukum mati Ayu Lembah, putrinya sendiri. Mas Sutikna kemudian menikahi Ayu Himpun adik Ayu Lembah. Rombongan Amangkurat III melarikan diri ke Ponorogo sambil membawa semua pusaka keraton. Di kota itu ia menyiksa Adipati Martowongso hanya karena salah paham. Melihat bupatinya disakiti, rakyat Ponorogo memberontak. Amangkurat III pun lari ke Madiun. Dari sana ia kemudian pindah ke Kediri.

Sepanjang 1707 Amangkurat III mengalami penderitaan karena diburu pasukan Pakubuwana I. Dari Malang ia pindah ke Blitar, kemudian ke Kediri, akhirnya memutuskan menyerah di Surabaya 1708.

Pangeran Blitar, putra Pakubuwana I, datang ke Surabaya meminta Amangkurat III supaya menyerahkan pusaka-pusaka keraton, namun ditolak. Amangkurat III hanya sudi menyerahkannya langsung kepada Pakubuwana I.

VOC kemudian memindahkan Amangkurat III ke tahanan Batavia. Dari sana ia diangkut untuk diasingkan ke Sri Lanka dan meninggal disana 1734.

Konon, harta pusaka warisan Kesultanan Mataram ikut terbawa ke Sri Lanka. Namun demikian, Pakubuwana I berusaha tabah dengan mengumumkan bahwa pusaka Pulau Jawa yang sejati: Masjid Agung Demak dan makam Sunan Kalijaga di Kadilangu, Demak.

Perang Suksesi Jawa I (1704–1708), antara Amangkurat III melawan Pakubuwana I. Perang Suksesi Jawa II (1719–1723), antara Amangkurat IV melawan Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya. Perang Suksesi Jawa III (1747–1757), antara Pakubuwana II yang dilanjutkan oleh Pakubuwana III melawan Hamengkubuwana I dan Mangkunegara I.

f.     Kemunduran Kerajaan Mataram

Perseteruan antara Paku Buwono II yang dibantu Kompeni dan Pangeran Mangkubumi dapat diakhiri dengan Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755.

Isi Perjanjian Giyanti:

1)   Mataram barat, yakni Kasultanan Yogakarta diberikan kepada Mangkubumi dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I.

2)   Mataram timur, yakni Kasunanan Surakarta diberikan kepada Paku Buwono III

Selanjutnya, untuk memadamkan perlawanan Raden Mas Said diadakan Perjanjian Salatiga 17 Maret 1757.

Isi Perjanjian Salatiga:

1)   Surakarta utara diberikan kepada Mas Said dengan gelar Mangkunegoro I, kerajaannya dinamakan Mangkunegaran.

2)   Surakarta selatan diberikan kepada Paku Buwono III kerajaannya dinamakan Kasunanan Surakarta.

Tahun 1813 sebagian daerah Kasultanan Yogyakarta diberikan kepada Paku Alam selaku bupati. Dengan demikian, Kerajaan Mataram yang dahulunya satu, kuat, dan kokoh pada masa pemerintahan Sultan Agung akhirnya terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajan kecil:

1)   Kerajaan Yogyakarta;

2)   Kasunanan Surakarta;

3)   Pakualaman


0 Post a Comment:

Posting Komentar